Sudah menjadi tradisi masyarakat awam masyarakat Islam Indonesia, pasca kematian mengadakan berbagai ritual keagamaan seperti tahlilan, selamatan, khataman al-Qur’an dan pengiriman hadiah pahala kepada arwah yang telah meninggal dunia, dengan harapan sang mayit berbahagia di alam kubur dan untuk menghibur keluarga mayit, mengusir suasana duka, meringankan perasaan sedih atau menunjukan empati yang mendalam.
Apa yang mereka lakukan tentu bertujuan baik menurut mereka, namun dalam urusan agama untuk menetapkan kebaikan dan kebenaran suatu tindakan tidak bisa diukur dengan kebiasaan yang sudah memasyarakat, akan tetapi ditimbang dengan al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’ para sahabat, sebagaimana Firman Allah SWT:
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putuskannya (terserah) kepada Allah.” (QS: Asy-Syura [42]:10)
Tidak semua orang boleh menarik kesimpulan dari pemahaman atas suatu nash agama untuk membenarkan praktik ritual keagamaan. Para ulamalah yang paling pantas memahami dan menganalisa nash-nash agama baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, sedang kan kalangan awam harus mau merujuk kepada para ulama dalam memahami nash-nash agama, sebagaimana Firman Allah ta’ala,
“dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri, di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri),” (An-Nisa:83).
Oleh karena itu, dalam buku ini dipaparkan tentang sunnah-sunnah sebelum dan sesudah kematian sebagai bekal ilmu bagi kita yang masih hidup, sekaligus pedoman ahli waris yang ingin mempersembahkan kebaikan kepada sang mayit.